Perdana Menteri baru Australia Tony Abbott |
PERGANTIAN pucuk pimpinan pemerintah Australia langsung berimbas
ketegangan pada hubungan bilateral dengan Indonesia. Khususnya kebijakan
Canberra terkait pencegahan pencari suaka. Perdana Menteri Australia
Tony Abbott mengeluarkan kebijakan yang dianggap terlalu jauh mencampuri
urusan dalam negeri Indonesia.
Pemerintah Abbott berencana membayar nelayan-nelayan Indonesia untuk
mendapatkan informasi tentang para imigran yang akan masuk ke Australia.
Selain itu, akan dialokasikan anggaran khusus untuk membeli kapal-kapal
nelayan Indonesia yang biasanya dipakai untuk menyelundupkan imigran
gelap ke Australia.
Tony Abbott dalam sebuah kampanyenya di Darwin menyatakan, pemerintahnya
akan menganggarkan AUS 420 juta untuk mendukung kebijakannya itu,
termasuk membayar penduduk Indonesia yang memberikan informasi tentang
pencari suaka dan membeli kapal yang akan disewa para pencari suaka.
Sementara Pemerintah Indonesia memperingatkan Australia untuk tidak
menerapkan kebijakan yang melanggar kedaulatan Indonesia menyangkut
penanganan masalah manusia perahu.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menegaskan sikap Indonesia itu
ketika melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri
Australia Julie Bishop di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New
York, Senin, (Selasa, WIB). Marty dan Bishop bertemu satu hari sebelum
pembukaan Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke-68.
"Kita tegaskan bahwa Indonesia tidak bisa menerima kebijakan apapun dari
Australia yang sifatnya melanggar kedaulatan Indonesia," kata Marty
kepada para wartawan usai melakukan serangkaian pertemuan multilateral
dan bilateral.
"Dan saya kira, tadi pesannya sudah diterima secara 'loud and clear'
(dengan sangat jelas, red)," tambahnya. Menlu kedua negara itu bertemu
untuk membahas persiapan kunjungan Perdana Menteri baru Australia Tony
Abbott ke Jakarta, pada 30 September 2013.
Selain itu, Marty mengungkapkan bahwa Menlu Bishop juga menjelaskan
kembali upaya-upaya yang akan dilakukan Australia dalam mencegah arus
kedatangan manusia perahu ke negaranya. "Beliau (Menlu Bishop, red) juga
menggarisbawahi bahwa langkah-lankgah yang direncanakan oleh Pemerintah
Australia akan dipastikan tidak melanggar kedaulatan Indonesia,"
katanya.
Sebaliknya, Marty mengingatkan kembali kepada mitranya itu bahwa
Indonesia dan Australia selama ini telah menjadi ketua bersama "Bali
Process", yang merupakan kendaraan bagi kedua negara dalam memimpin
penangan masalah penyelundupan manusia.
"Ada langkah-langkah yang bisa kita lakukan, tapi secara lebih tertata,
tertib dan sesuai dengan penghormatan kedaulatan masing-masing negara,"
kata Marty. Ia mengatakan masalah manusia perahu akan menjadi agenda
pembahasan dalam pertemuan PM Abbott-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada 30 September nanti.
Upaya menangkal kedatangan manusia perahu dan penyelundupan manusia
menjadi salah satu prioritas yang ditentukan PM Abbott di awal
kepemimpinannya.
Seperti diberitakan media, melalui kebijakan yang dinamai Operasi
Kedaulaan Perbatasan (Operation Sovereign Borders), Australia memiliki
berbagai rencana tindakan, antara lain memulangkan kembali perahu-perahu
pencari suaka ke Indonesia sebelum mereka mencapai wilayah negeri
Kanguru itu.
Abbott telah menyatakan bahwa Australia menghormati kedaulatan Indonesia
terkait penerapan kebijakan menghalau para pencari suaka. Selain dengan
Julie Bishop, Menlu Marty sepanjang Senin melakukan pertemuan dengan
mitra-mitranya dari berbagai negara, termasuk dengan Menlu Belanda Frans
Timmermans dan Menlu Inggris William Hague.
Ia juga menghadiri pertemuan "Foreign Policy and and Global Health" yang
bertema "Kemitraan bagi Kesehatan Global pada Agenda Pembangunan pasca
2015". Untuk tahun 2013, Indonesia merupakan ketua forum, yang membahas
keterkaitan politik luar negeri dengan masalah kesehatan.
Marty mengatakan, sebagai ketua forum, Indonesia memastikan agar
masalah-masalah kesehatan akan terus menjadi perhatian dalam kerangka
agenda pembangunan pasca-2015. [*/Antara]
Posting Komentar