Wildan, peretas situs www.presidensby.info, tidak seharusnya
dipidanakan. Apalagi Wildan masih berusia muda,atau masih sekolah di
SMK. Wildan justru bisa direkrut untuk mengamankan situs-situs penting.
Pendapat itu disampaikan pengamat telematika Heru Sutadi kepada itoday
(29/01) menyikapi ancaman hukuman 12 tahun serta tambahan denda Rp 12
miliar untuk Wildan.
"Seharusnya hacker yang meretas situs SBY tidak masuk pidana, terlebih lagi masih anak SMK. Di banyak negara, para hacker justru direkrut. Kita butuh orang-orang seperti Wildan yang bisa menembus keamanan sebuah situs penting," tegas Heru.
"Seharusnya hacker yang meretas situs SBY tidak masuk pidana, terlebih lagi masih anak SMK. Di banyak negara, para hacker justru direkrut. Kita butuh orang-orang seperti Wildan yang bisa menembus keamanan sebuah situs penting," tegas Heru.
Menurut Heru, dalam kasus hacking, seharusnya tidak semuanya bisa
dikenakan pasal pidana. "Khusus untuk kasus Wildan, harus dilihat
terlebih dahulu niatnya. Ingin merusak atau hanya sekedar menguji
keamanan situs SBY? Seorang hacker yang mampu menembus jaringan bisa
direkrut. Bisa saja untuk mengetes keamanan," tegas Heru.
Diberitakan sebelumnya, Wildan, peretas situs presidensby.info yang
telah tertangkap pihak kepolisian, akan diancam hukuman pidana paling
lama 12 tahun penjara dengan tambahan denda Rp 12 miliar.
Pasal-pasal yang akan dikenakan kepada Wildan itu diungkapkan Kepala
Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto,
Selasa (29/01). Menurut Gatot, Wildan bisa dikenakan pasal 35 UU ITE No.
11/2008, dengan ancaman pidana penjara maksimal penjara 12 tahun dan
denda maksimal Rp 12 miliar.
Wildan ditangkap petugas Bareskrim Mabes Poldi di sebuah warnet di
Jember, Jawa Timur. Wildan diduga sebagai anggota 'Jember Hacker Team',
kelompok hacker yang mengaku meretas situs presidensby.info.
Berdasarkan analisis Id-SIRTII, lokasi IP Address dan DNS peretas situs
SBY, bukan dari Indonesia, tetapi dari Texas, Amerika Serikat.
ITODAY | ATC
Posting Komentar