Mantan Wakil Presiden interim Mohammed El Baradei membenarkan peristiwa di Mesir pada 30 Juni sebagai "kudeta militer". Pernyataan el-Baradei tersebut muncul di sela-sela pertemuannya dengan menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels.
Dilansir Middle East Monitor, kepada menteri luar negeri Eropa, Dr. El Baradei menyatakan bahwa ia punya rencana untuk membubarkan aksi Ikhwanul Muslimin yang menduduki lapangan Rabaa Al Adaweya dan Nahda secara damai melalui dialog politik, namun tentara dan polisi malah terburu-buru membubarkan aksi tersebut secara paksa.
Pernyataan El Baradei buru-buru dibantah oleh Ahmed Darraj, mantan ketua Partai Konstitusi. Darraj mengatakan, "Dr. El-Baradei tidak akan berani menggambarkan apa yang terjadi di Mesir pada 30 Juni sebagai 'kudeta militer'."
Ia mengatakan bahwa El-Baradei adalah anggota Nasional Salvation Front, dan dengan demikian dirinya tahu betul bahwa apa yang terjadi pada 30 Juni adalah "gerakan masyarakat". Darraj menambahkan, "Saya percaya bahwa deskripsi El-Baradei tentang 30 Juni tidak benar."
Sementara itu, Khaled Daoud, juru bicara Partai Konstitusi menolak untuk mengomentari pernyataan El-Baradei. Ia mengatakan, "Saya tidak memiliki informasi tentang itu." Daoud menambahkan bahwa, "El-Baradei telah menegaskan kepada kami komitmennya terhadap prinsip-prinsip revolusi untuk mencapai demokrasi."
Sejak pembubaran paksa dan pembantaian terhadap demonstran damai di Rabaa Al Adaweya dan Nahda 14 Agustus lalu, El Baradei memutuskan untuk mundur dari jabatan Wakil Presiden interim Mesir untuk Hubungan Luar Negeri karena tidak siap menerima sanksi moral dan hukum atas pembantaian yang terjadi.
Setelah mundur dari jabatannya ia pun meninggalkan Kairo dan menetap di salah satu kediamannya di Wina. Hingga kemudian ia disebut-sebut akan diseret ke pengadilan karena mengkhianati amanat nasional dengan pengunduran dirinya dari wakil presiden.
Sebelumnya El Baradei merupakan salah satu tokoh sentral yang ikut merancang pemberontakan terhadap pemerintahan Presiden Muhamad Mursi. Ia adalah salah satu petinggi National Salvation Front (Jabhah Inqadz), bersama-sama dengan petinggi lainnya, Amru Musa dan Hamden Sabahy. Ia juga merupakan pendiri partai “kiri” Konstitusi yang berhaluan sekuler, liberal, sosialis dan nasionalis.
Posting Komentar