ACEH -
Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tetap
mempertahankan bendera bulan bintang dan lambang buraq singa sebagai
bendera dan lambang Aceh. Sebab, klarifikasi yang dilakukan Kementerian
Dalam Negeri dinilai tidak berdasar.
Ketua
Komisi A DPRA Adnan Beuransyah mengatakan, dalam beberapa kali rapat
internal DPRA dan DPRD Kabupaten dan Kota membahas klarifikasi Mendagri,
anggota parlemen Aceh tetap mempertahankan bendera dan lambang yang
telah ditetapkan berdasarkan qanun Pemerintah Aceh.
"Bendera dan lambang tersebut tetap kami pertahankan,” katanya kepada Tempo, Senin, 8 April 2013.
Menurut
Adnan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2007 yang digunakan
sebagai acuan klarifikasi Kementerian Dalam Negeri tidaklah berdasar.
Sebab, PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh.
Penyebutan
bendera bulan bintang sebagai bendera separatis, kata Adnan, adalah
tidak tepat. Sebab, bendera itulah yang dulu dipakai pada saat
perundingan dengan Indonesia. Selain itu, seluruh anggota Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) telah kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
”Kalau dinilai separatis, tangkap saja gubernur dan bupati karena dulu mereka anggota dan pimpinan GAM,” ujarnya.
Adnan
juga menjelaskan pemakaian simbol dan lambang yang dulu pernah
digunakan GAM sebagai bentuk komitmen untuk mereintegrasikan semua
simbol dan lambang ke dalam NKRI.
”Itu kan hanya bendera dan lambang daerah. Merah-Putih tetap menjadi bendera kedaulatan,” ucapnya.
Beberapa
poin klarifikasi Kementerian Dalam Negeri juga dinilai Adnan keliru. Di
antaranya koreksi poin 1 yang meminta agar kesepakatan Helsinki 15
Agustus 2005 tak perlu dimuat sebagai konsideran qanun, dengan alasan
substansinya telah diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh.
”Hampir semua qanun yang lahir sebelumnya, memuat itu, kok sekarang baru dipermasalahkan?” tutur Adnan.
Sementara
itu, mewakili Pemerintah Aceh, Kepala Biro Pemerintah Aceh Edrian
mengatakan persoalannya bukan pada mempertahankan bendera dan lambang.
Tapi, Pemerintah Aceh akan menyakinkan pemerintah pusat bahwa bendera
dan lambang yang dimaksud hanya sebagai bendera dan lambang daerah.
”Bukan bendera dan lambang kedaulatan,” katanya.
Edrian
menegaskan, dalam pasal 246 Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh,
jelas disebutkan bahwa bendera Merah-Putih menjadi bendera kedaulatan di
Aceh. Kemudian, Pemerintah Aceh juga berhak membentuk bendera daerah,
lambang, dan himne.
”Sebenarnya semuanya sudah jelas. Kami akan terus berupaya meyakinkan pemerintah pusat,”
sumber:tempo|atc
Posting Komentar