Foto:ANTARANews |
Atribut baru itu dinilai melanggar Undang-Undang Pemerintahan Daerah
karena mengadopsi bendera dan lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan
bisa dibatalkan oleh Presiden.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonizar Moenek mengatakan
Undang-Undang No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan
Pemerintah No. 77/2007 tentang lambang daerah secara tegas mengatur
bahwa desain lambang dan bendera daerah itu tidak boleh memiliki
persamaan atau menginspirasi warga dengan desain lambang dan bendera
organisasi terlarang.
“Qanun tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Dulu pernah kita lakukan satu kali membatalkan qanun Aceh.”
Kementerian Dalam Negeri, akan secepatnya meminta klarifikasi dari
Pemerintah Provinsi Aceh. Jika dalam evaluasi nanti terbukti qanun
bendera dan lambang aceh itu melanggar aturan, maka pemerintah pusat
dalam hal ini Presiden dibolehkan membatalkan qanun tersebut, ujarnya.
Raydonizar juga mengatakan selama ini tidak ada konsultasi antara
pemerintah daerah dengan Kementerian Dalam Negeri dalam proses
penyususunan Qanun Bendera dan Lambang Aceh.
“Silakan tetapkan dengan peraturan daerah tapi tetap kita akan melakukan
evaluasi dan klarifikasi sesuai dengan Pasal 145 UU No. 23/2004. Jika
nanti ternyata kita temukan bahwa itu bertentangan dengan peraturan dan
perundangan yang lebih tinggi maka dengan sendirinya dimungkinkan untuk
dilakukan pembatalan,” ujarnya pada Selasa (26/3).
Qanun bendera dan lambang Aceh disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA) pada jumat pekan kemarin. Qanun yang terdiri atas enam bab dan
28 pasal itu menetapkan bendera Aceh berbentuk persegi empat dengan
warna dasar merah dan terdapat dua garis lurus berwana hitam dibagian
atas dan bawah. Di bagian tengah bendera terdapat gambar bulan sabit dan
bintang berwarna putih.
Sementara untuk lambang Provinsi Aceh ditetapkan berbentuk gambar burak
singa, rencong, gliwang rangkaian bunga, daun padi dan jangkar. Kedua
desain bendera dan lambang tersebut persis sama dengan lambang dan
bendera yang digunakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dulu.
Setelah disahkan, bendera aceh akan dikibarkan di samping bendera merah
putih di kantor-kantor pemerintahan, sementara lambang Aceh akan
digunakan di berbagai kop surat pemerintahan daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh mengklaim mayoritas rakyat menerima
pengesahan bendera dan lambang Aceh tersebut dan siap mempertahankan
argumen mereka terkait qanun ini ke pemerintah pusat.
Angota DPR Aceh dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad
Haryadi, menyatakan penggunaan lambang dan bendera yang sama dengan GAM
tidak perlu dikhawatirkan lagi mengingat organisasi GAM sudah tidak
ada. Lambang dan bendera tersebut, kata Haryadi, sudah dikenal warga
Aceh jauh sebelum GAM terbentuk.
“Saya kira kita bisa bangun saling kepahaman, pengertian dan
kepercayaan, kalau kondisinya sudah kondusif dan semua sudah sepakat
untuk bekerja mengejar ketertinggalan pembangunan dan tidak lagi cerita
merdeka, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan,” ujar Haryadi.
“Kita sudah sepakat kemarin ini hanya semacam pemersatu kebanggan lama Aceh bahkan sebelum GAM mengambil lambang ini sebagai lambang mereka,” tandasnya.
“Kita sudah sepakat kemarin ini hanya semacam pemersatu kebanggan lama Aceh bahkan sebelum GAM mengambil lambang ini sebagai lambang mereka,” tandasnya.
Sumber: VOAIndonesia
Posting Komentar