TIDAK semua elemen rakyat mendukung rancangan UU Desa yang baru. Di Padang, Sumatera Barat, pengurus Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), misalnya menolak mentah-mentah rencana Undang-undang Desa yang rancananganya baru disahkan DPR RI, Rabu (18/12/13).
Alasannya, UU tersebut tidak menghormati kearifan lokal dan keberagaman.
“Undang-undang Desa itu hanya cocok dipakai untuk di Pulau Jawa, Bali dan sekitarnya. Indonesia tidak hanya Jawa,” kata Ketua LKAAM, M. Sayuti Datuak Rajo Panghulu dalam konferensi pers, Kamis (19/12/2013).
Menurutnya, UU Desa itu memaksa Indonesia satu kultur. Sementara, salah satu kekayaan Indonesia adalah keberagaman.
“Di Minangkabau, misalnya, kita tidak mengenal desa. Pemerintahan terdepan di Sumbar adalah nagari, Sekarang dipaksakan harus seragam. Kalau ingin Indonesia bersatu, hargai kearifan lokal,” katanya.
Untuk itu, kata Sayuti, LKAAM akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kata Sayuti, UU Desa itu telah mengangkangi UUD 1945 dan dasar negara Pancasila.
“Para proklamator negara ini telah melahirkan yang namanya Bhineka Tunggal Ika. Itu dituliskan dengan jelas di dada Garuda. Mereka sadar kalau negara ini lahir dari keragaman dan itu harus dihormati,” ujarnya.
Namun, kapan akan mengajukan judicial review belum ditentukan. LKAAM perlu menganalisa lebih lanjut untuk dipersiapkan.
Dalam konferensi pers yang digelar di Sumatera Barat itu turut hadir pengurus Majelis Adat Aceh (MAA). Komunitas Masyarakat Aceh di Sumbar yang tergabung di Ikatan Keluarga Masyarakat Aceh juga ikut menolak UU Desa yang disahkan DPR tersebut.
Posting Komentar