Malik Mahmud Al-Haytar, pemangku Wali Negara
dalam Pidatonya mengatakan, persoalan bendera Bintang Bulan harus
segera diselesaikan agar bisa dikibarkan di seluruh Aceh, dari
gampong-gampong hingga kantor-kantor pemerintahan di Bumi Serambi Mekah.
Hal tersebut disampaikan Malik
pada Milad ke-37 GAM di kompleks Makam Pahlawan Nasional Tgk Chik Di
Tiro Muhammad Saman yang juga tempat dimakamkan pendiri GAM, Tgk Chik Di
Tiro Muhammad Hasan, di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh
Besar, Rabu (4/12).
“Kita berdoa kepada Allah agar
persoalan bendera sebagai wujud kekhususan Aceh segera selesai agar
bisa kita naikkan dari gampong-gampong hingga kantor-kantor
pemerintahan,” ujarnya Malik dalam pidato berbahasa Aceh.
“Apakah kita siap menegakkan bendera Bintang Bulan?” tanya Malik disambut jawaban siap oleh seribuan hadirin yang hadir.
Malik Mahmud juga mengomentari
polemik lembaga Wali Nanggroe dan lambang/bendera Aceh yang rancangan
qanun (perda)-nya belum disetujui pemerintah pusat.
“Walau demikian kita
menyikapinya dengan bijak. Namun, pemerintah pusat wajib mengakui dan
menghormati Aceh sebagai sebuah pemerintahan yang bersifat khusus,
seperti tertuang dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintah Aceh,”
katanya.
Menurutnya, hal itu sesuai
dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 1B yang berbunyi; Negara
mengakui dan menghomati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Serta ayat 2 UUD 1945 yang
menyatakan; Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam
undang-undang.
Dalam pidatonya, Malik Mahmud juga mengutip wasiat yang pernah diucapkan Tgk Muhammad Hasan Di Tiro.
“Tidaklah bermartabat suatu
bangsa jika bangsa tersebut tidak menjungjung ilmu pengetahuan. Karena
itu, kita wajib mengajarkan anak-anak kita ilmu pendidikan, agama, dan
politik. Termasuk sejarah perjuangan dan ilmu-ilmu yang ditulis oleh
paduka almarhum (Hasan Tiro-red). Kalau tidak kita pahami sejarah
perjuangan kita, akan hilanglah arah masa depan bangsa Aceh,” katanya
penuh bersemangat.
“Jadi, perjuangan politik dan
pembangunan Aceh harus kita hadapi dengan penuh semangat, sabar, dan
satu hati, sama seperti ketika masa perang dahulu,” tukasnya.
Dalam kesempatan yang sama,
Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah tampak sangat terharu saat memberi
sambutan pada peringatan Milad GAM Ke-37.
Dalam salah satu bagian
pidatonya, Zaini berujar, “Seandainya Teungku Hasan Tiro masih berkumpul
dengan kita, beliau tentu sangat bahagia dengan perdamaian yang kita
rasakan ini.”
Zaini juga mengungkapkan,
“Beliau (Tgk Hasan Tiro) pernah berpesan, perdamaian ini harus dijaga
dan dirawat sebaik-baiknya. Komitmen terhadap perjanjian Helsinki harus
ditegakkan. Oleh sebab itu, kita harus sepakat untuk menjadikan Aceh
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia. Komitmen ini harus
benar-benar kita jaga, baik itu dari pihak rakyat Aceh maupun
Pemerintah Indonesia.”
Menurut Gubernur Zaini, sebelum
Presiden SBY mengakhiri tugasnya sebagai Presiden RI, Pemerintah Aceh
terus melobi agar segala turunan UUPA dapat diselesaikan dengan baik.
“Saat ini, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat telah membentuk tim khusus untuk itu,” demikian Gubernur Zaini Abdullah. (*/serambi)
Posting Komentar