Kolonel Dahlan Djambek (paling kiri), Burhanuddin Harahap, pemimpin Dewan Revolusi Ahmad Husein, Mr Sjafruddin Prawiranegara, dan Maludin Simbolon. Foto yang diambil Maret 1958 |
Gagasan Sumut Merdeka yang digulirkan
sejumlah akademisi merupakan satu revolusi pemikiran. Munculnya gagasan
dikarenakan adanya kekecewaan terhadap sejumlah produk aturan Pemerintah
Pusat yang cenderung memilihara kemiskinan dan kebodohan.
Pernyataan itu disampaikan
sejumlah akademisi seperti Prof DR HM Arif Nasution MA, Prof DR Marlon
Sihombing MA, DR Amir Purba MA, DR Warjio MA dan sejumlah mahasiswa
Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara
(USU), Selasa (26/11) saat ditemui di Kampus Pasca Sarjana Studi
Pembangunan USU.
Sejumlah nama lainnya yang ikut
menggagas DR Hakim Siagian M Hum, Prof Tan Kamello, DR Sahidin SH MHum,
Drs Toni P Situmorang, dan DR Edi Ikhsan serta mantan Panwaslu Sumut
David Susanto.
Prof Arif mengatakan, gagasan
Sumut Merdeka awalnya muncul dalam satu diskusi sejumlah akademisi,
poilitisi dan praktisi hukum. Dari sebuah diskusi, maka muncullah
gagasan Sumut Merdeka. Dalam hal ini, gagasan Sumut Merdeka itu
merupakan satu revolusi pemikiran.
Dia menyebutkan, gagasan muncul
dikarenakan ada satu sebab, diantaranya persoalan produk aturan
perundang-undangan yang dibuat Pemerintah Pusat terhadap Sumatera Utara,
kecendrungannya provinsi dikeruk hasilnya sedangkan pembangunannya
pesatnya ada di pulau lainnya.
"Kondisi sekarang saya lihat
masyarakat cenderung dibodohi dengan system pemberian bantuan tunai,
akibat system kebodohan yang dibuat, masyarakat semakin miskin. Apalagi,
masyarakat yang menduduki tanah adat sampai 100 tahun dengan
semena-mena tergeser akibat kepentingan elit Pemerintah Pusat yang
memasukkan perusahaan koleganya," ucapnya.
Direktur Sekolah Pasca Sarjana
Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU) ini membeberkan, saat
ini Pemerintah Pusat belum memberikan perhatiannya terhadap Sumut.
Seperti bagi hasil tambang, dan
bagi hasil perkebunan hingga kini belum kembali ke Sumut. Bila
disebutkan Bandara Kualanamu dibangun dengan anggaran Rp5,4 triliun,
maka hitungannya berapa yang sudah diambil dari Sumut.
"Saya lihat sangat tidak sepadan
apa yang sudah diambil Pemerintah Pusat dengan apa yang dikembalikan
dalam bentuk pembangunan di Sumut," sebutnya.
Dia menyatakan, jika hari ini
Sumut disebut sebagai penyumbang penghasilan terbesar dari sektor
perkebunan, tentunya saat ini Sumut bertanya apa yang diberikan kepada
Sumut.
"Ini kan sama saja menghisap
pendapatan dari Sumut, sedangkan masyarakatnya didiamkan saja tanpa
dipedulikan pembangunannya. Bahkan, masyarakat yang mendiami tanah adat
cenderung jadi korban kontak fisik. Kekecewaan inilah yang memunculkan
Sumut Merdeka," ujarnya.
Lebih lanjut, mantan Dekan
Fisipol USU menegaskan, bila ada intelijen ataupun aparat yang
menyatakan gerakan makar, tentunya perlu dilihat apakah sebuah pemikiran
disebut makar.
"Inikan karena luapan kekecewaan
akibat Pemerintah Pusat tak bersikap adil kepada masyarakat di Sumut,
jadi muncul gerakan pemikiran Sumut Merdeka," sebutnya.
Sedangkan Prof Marlon
menyebutkan, masyarakat Sumut saat ini seperti pemirsa dalam panggung
pertunjukkan, Sumut dijadikan ladang elit partai politik.
Kecendrungannya, elit politik datang membawa kepentingannya. Padahal,
masyarakat butuh implementasi kebutuhan masyarakat.
"Sumut Merdeka harusnya bisa menjadi pendongkrak semangat para elit untuk memperhatikan Sumut," ucapnya.
Di tempat yang sama, Bengkel
Ginting menyatakan, Sumut Merdeka datangnya dari pemikiran akademisi,
politisi dan praktisi hokum serta NGO. Gagasan itu muncul setelah
adanya diskusi. Hal ini dikarenakan adanya ketidak adilan yang dibuat
Pemerintah Pusat.
Dia menyebutkan, kecendrungannya
draft peraturan yang dibawa ke akademisi hanya untuk pembenaran saja,
sedangkan keputusan dan prilakunya berbeda dari draft. Para elit
pemerintah dan partai politik seperti menghisap keuntungan dari Sumut.
"Jika masyarakat menyambutnya
memebentuk gerakan Sumut Merdeka, tentunya itu diserahkan kepada
masyarakat. Karena kedaulatan ada di tangan rakyat," sebutnya.
Mantan komisioner KPU Sumut ini
juga menegaskan, sebelumnya gagasan Sumut Merdeka juga sudah pernah ada,
lahirnya justru dari elit partai politik di DPRD Sumut. Bahkan,
sebelumnya ada gerakan PRRI Pamesta dipimpin oleh Maluddin Simbolon yang
menyuarakan Sumatera Merdeka.
"Jadi jika saat ini disebut makar, tentunya ini perlu dilihat lagi konteksnya," ujarnya.
Sementara itu, Amir Purba
berpendapat, komposisi gerakan itu ada idelogi, organisasi, massa dan
kekuatan. Bila sifatnya masih gagasan, tentu belum terbangun gerakan.
"Mengarah ada, tapi sifatnya gagasan. Tapi sebenarnya embrio Sumut Merdeka itu ada ketika Kolonel Simbolon," ucapnya.
Posting Komentar