Isu penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat dan Australia sangat ramai dibahas di berbagai forum online dan social media. 'Pakar TI Institut Teknologi Bandung (ITB) Budi Rahardjo' pun tergelitik untuk ikut mengomentarinya.
"Sebetulnya saya tidak terlalu ingin untuk membahas ini di ruang publik. Topik yang terkait dengan intel sebaiknya dibahas dalam ruang tertutup. Namun karena semakin banyak yang ribut dan tidak menggunakan referensi atau data yang benar, asal mangap, maka saya ingin berkomentar," ungkap Budi kepada merdeka.com, Selasa (05/11).
Tugas agen rahasia (spy, intel) untuk mengumpulkan data dengan cara apapun. "Saya ulangi, "dengan cara apapun". Syaratnya hanya satu, yaitu tidak boleh ketahuan. Namanya juga agen rahasia, ya harus rahasia," pungkasnya.
Yang diributkan saat ini adalah karena ketahuan. Kalau tidak ketahuan, atau hanya diketahui di lingkungan terbatas, maka tidak akan terjadi keributan seperti sekarang.
Majalah 'IEEE Spectrum' sudah dua kali membahas ini secara terbuka, tentang Echelon dan tentang penyadapan yang dilakukan terhadap pejabat di Yunani.
Penyadapan dan perlindungan data sudah berlaku sejak zaman dahulu kala. Bahkan dikatakan perang dunia kedua berakhir dengan lebih cepat karena pihak sekutu berhasil memecahkan sistem persandian dari Jerman, yang menggunakan perangkat Enigma.
"Kita juga bisa mundur lagi ke zaman Julius Caesar, dengan Caesar Chiper-nya," tambah Budi.
Jika sudah disadari bahwa nature dari kegiatan ini adalah saling sadap, maka kita harus menguasai teknologi dan teknik untuk melakukannya dan melindungi diri.
Menurut Budi, adalah bodoh kalau hanya mengatakan bahwa pihak lain tidak boleh menyadap tetapi diri sendiri tidak terkesan mempersilakan pihak lain menyadap atau dengan kata lain tidak melindungi diri sendiri.
Sebagai contoh, tentunya harus diterapkannya perlindungan terhadap data yang sensitif yang biasanya terkait dengan pemerintahan atau militer.
Perlindungan ini tidak hanya dilakukan secara teknologi atau teknis saja, tetapi terkait juga dengan manusianya dan prosedurnya. Sebagai contoh, komunikasi antar pejabat tidak boleh menggunakan perangkat komunikasi komersial biasa, harus menggunakan perangkat yang dikembangkan oleh instansi yang khusus untuk menangani hal ini.
Kalau di Indonesia, ini adalah Lembaga Sandi Negara. Mereka sudah mengembangkan teknologinya. Sekarang tinggal maukah para pejabat itu menggunakannya? (*/mdk)
Posting Komentar