KH Muhammad Al Khaththath
Sekjen FUI
Entah kenapa si Ahok Wagub DKI Jakarta ini kok rajin mengomentari Mendagri. Setelah mengomentari saran Mendagri soal penempatan Lurah Susan di Kelurahan Lenteng Agung beberapa minggu lalu, baru-baru ini Ahok mengomentari Mendagri Gamawan Fauzi soal kerjasama Pemda dengan FPI.
Seperti biasanya Ahok nampak emosional. Dulu saking emosionalnya Ahok menyuruh Mendagri Gamawan agar belajar konstitusi. Tentu saja saran tersebut aneh dan tidak etis sekaligus menunjukkan kekatrokan si Ahok. Sebab Gamawan Fauzi tentu sudah mahir tentang konstitusi mengingat reputasinya di pemerintahan luar biasa, jadi bupati dua periode, jadi gubernur, dosen Lemhanas, hingga jadi Mendagri. Tatkala Mendagri meminta agar Pemda DKI mengevaluasi penempatan lurah, tentunya adalah berdasarkan UU tentang pemerintahan.
Bahkan Haji Nasri Nasrullah perwakilan warga kelurahan Lenteng Agung saja tahu bahwa kebijakan lelang jabatan dengan memaksakan Susan ke Lenteng Agung tidak bisa diterima lantaran melanggar asas proporsionalitas. "Dalam UU No 28 tahun 99 pasal 3 butir 5 tentang penyelenggaraan pemerintahan dijalankan dengan menganut asas proporsionalitas dan salah satu faktor dari proporsionalitas adalah agama," ujar warga Lenteng Agung ini saat konferensi pers Forum Umat Islam (FUI) mendukung warga Lenteng Agung yang menolak lurah Susan, Kamis (3/9/2013) di Jakarta.
Lalu Haji Nasri mengatakan di daerah mayoritas non Muslim seorang Muslim juga sulit memiliki jabatan penting karena akan ditolak masyarakatnya. "Seperti di Bali, seorang Cagub yang beragama Hindu saja ditolak hanya karena sering pakai peci dan istrinya seorang muslimah. Bayangkan gara-gara peci yang identik dengan Islam saja itu mereka tolak," ujarnya.
Seperti diketahui, mayoritas warga Lenteng Agung beragama Islam. Bahkan mayoritas mutlak, 99,99%. Akan tetapi, Jokowi-Ahok menempatkan seorang Kristen untuk memimpin kelurahan ini. Padahal, kata warga, pada zaman penjajahan Belanda saja, Belanda tidak berani menempatkan seorang Kristen menjadi pemimpin di wilayah ini. Belanda lebih empati kepada warga Lenteng Agung daripada Ahok yang sok tahu konstitusi.
Jadi soal konstitusi dan perundangan, Ahok kalah sama warga kampung di Lenteng Agung, apalagi sama Mendagri.
Nah soal FPI, Ahok lebih parah. Dia katakan bingung dengan Mendagri yang meminta kepala daerah kerjasama dengan ormas seperti FPI. Katanya, dulu Mendagri disuruh Presiden SBY bubarkan FPI tapi Mendagri bilang FPI gak bisa dibubarkan karena gak punya izin, bukan ormas. Terus tiba-tiba nyuruh kita kerjasama dengan ormas salah satunya FPI. Demikian kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (25/10).
Sekjen FUI
Entah kenapa si Ahok Wagub DKI Jakarta ini kok rajin mengomentari Mendagri. Setelah mengomentari saran Mendagri soal penempatan Lurah Susan di Kelurahan Lenteng Agung beberapa minggu lalu, baru-baru ini Ahok mengomentari Mendagri Gamawan Fauzi soal kerjasama Pemda dengan FPI.
Seperti biasanya Ahok nampak emosional. Dulu saking emosionalnya Ahok menyuruh Mendagri Gamawan agar belajar konstitusi. Tentu saja saran tersebut aneh dan tidak etis sekaligus menunjukkan kekatrokan si Ahok. Sebab Gamawan Fauzi tentu sudah mahir tentang konstitusi mengingat reputasinya di pemerintahan luar biasa, jadi bupati dua periode, jadi gubernur, dosen Lemhanas, hingga jadi Mendagri. Tatkala Mendagri meminta agar Pemda DKI mengevaluasi penempatan lurah, tentunya adalah berdasarkan UU tentang pemerintahan.
Bahkan Haji Nasri Nasrullah perwakilan warga kelurahan Lenteng Agung saja tahu bahwa kebijakan lelang jabatan dengan memaksakan Susan ke Lenteng Agung tidak bisa diterima lantaran melanggar asas proporsionalitas. "Dalam UU No 28 tahun 99 pasal 3 butir 5 tentang penyelenggaraan pemerintahan dijalankan dengan menganut asas proporsionalitas dan salah satu faktor dari proporsionalitas adalah agama," ujar warga Lenteng Agung ini saat konferensi pers Forum Umat Islam (FUI) mendukung warga Lenteng Agung yang menolak lurah Susan, Kamis (3/9/2013) di Jakarta.
Lalu Haji Nasri mengatakan di daerah mayoritas non Muslim seorang Muslim juga sulit memiliki jabatan penting karena akan ditolak masyarakatnya. "Seperti di Bali, seorang Cagub yang beragama Hindu saja ditolak hanya karena sering pakai peci dan istrinya seorang muslimah. Bayangkan gara-gara peci yang identik dengan Islam saja itu mereka tolak," ujarnya.
Seperti diketahui, mayoritas warga Lenteng Agung beragama Islam. Bahkan mayoritas mutlak, 99,99%. Akan tetapi, Jokowi-Ahok menempatkan seorang Kristen untuk memimpin kelurahan ini. Padahal, kata warga, pada zaman penjajahan Belanda saja, Belanda tidak berani menempatkan seorang Kristen menjadi pemimpin di wilayah ini. Belanda lebih empati kepada warga Lenteng Agung daripada Ahok yang sok tahu konstitusi.
Jadi soal konstitusi dan perundangan, Ahok kalah sama warga kampung di Lenteng Agung, apalagi sama Mendagri.
Nah soal FPI, Ahok lebih parah. Dia katakan bingung dengan Mendagri yang meminta kepala daerah kerjasama dengan ormas seperti FPI. Katanya, dulu Mendagri disuruh Presiden SBY bubarkan FPI tapi Mendagri bilang FPI gak bisa dibubarkan karena gak punya izin, bukan ormas. Terus tiba-tiba nyuruh kita kerjasama dengan ormas salah satunya FPI. Demikian kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (25/10).
Tentu saja ini menunjukkan betapa
katroknya Ahok. Siapapun yang mengerti urusan ormas pasti tahu kalau FPI
itu Ormas terdaftar di Kesbangpol Kemendagri. Dan seruan bubarkan FPI
oleh LSM Komprador yang sering ditayang ulang media liberal itu
menunjukkan bahwa FPI adalah organisasi resmi. Jadi dari mana dia punya
cerita seperti itu?
Mungkin Ahok pernah mendengar Mendagri mengatakan FPI tidak terdaftar sebagai ormas yang legal di Lamongan, Jawa Timur. "Saya cek ke Dirjen Kesbangpol, mereka tidak terdaftar di Lamongan, itu organisasinya," ujar Gamawan kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (13/8/2013). Jadi jelas yang dikatakan bahwa FPI tidak terdaftar itu di Lamongan, Cabang Lamongan, bukan FPI di seluruh Indonesia yang berpusat di Jakarta.
Temuan Tim Investigasi Pushami ke Lamongan menyebut sekelompok orang yang mengatasnamakan FPI itu justru kelompok yang keluar dari FPI dan menentang DPP FPI dengan alasan FPI bekerjasama dengan pemerintah. Ahok memang tidak tahu tapi bersikap sok tahu tentang FPI.
Memang banyak analisa kenapa Mendagri membuat pernyataan yang menimbulkan perlawanan berat Ahok dan kaum liberal, pernyataan yang seolah mengistimewakan FPI yang tentu membuat telinga kaum liberal panas.
Ada yang mengatakan Mendagri sedang mengalihkan perhatian masyarakat kepada SBY yang lagi lebai dihabisi pers. Juga kasus sms SBY tentang Anas. Ada juga analisis bahwa Mendagri sengaja memancing Ahok agar berkonflik dengan FPI. Tampaknya Ahok terjebak di sini. Seandainya tidak emosional dan tidak gegabah berkomentar soal FPI, tentu Ahok tidak menjerumuskan diri untuk berkonflik dengan FPI. Alhamdulillah FPI cukup cerdas melihat situasi kondisi. FPI cukup menurunkan Habib Selon atau Habib Novel untuk perang media lawan Ahok.
Sebenarnya, apa yang dikatakan Mendagri sesuai standar normatif belaka. Setiap kepala daerah wajib bekerjasama dengan seluruh ormas termasuk FPI sekalipun. Dalam berbagai wawancara Mendagri mengatakan bahwa walaupun kantornya pernah dilempari FPI, tidak berarti FPI harus ditinggal, malah harus dirangkul, karena kebaikan FPI dalam amar makruf nahi mungkar bisa dimanfaatkan pemerintah untuk bersama membangun bangsa. Dan banyak kalangan ternyata mendukung pernyataan Mendagri tersebut.
Jelas dalam komentar Ahok terhadap pernyataan Mendagri soal kerjasama Kepala Daerah dengan FPI, Mendagri Gamawan menunjukkan sikap seorang negarawan, sementara Ahok tampak semakin katrok. Hak dan batil itu memang akan selalu kelihatan. Wallahua’lam!
Mungkin Ahok pernah mendengar Mendagri mengatakan FPI tidak terdaftar sebagai ormas yang legal di Lamongan, Jawa Timur. "Saya cek ke Dirjen Kesbangpol, mereka tidak terdaftar di Lamongan, itu organisasinya," ujar Gamawan kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (13/8/2013). Jadi jelas yang dikatakan bahwa FPI tidak terdaftar itu di Lamongan, Cabang Lamongan, bukan FPI di seluruh Indonesia yang berpusat di Jakarta.
Temuan Tim Investigasi Pushami ke Lamongan menyebut sekelompok orang yang mengatasnamakan FPI itu justru kelompok yang keluar dari FPI dan menentang DPP FPI dengan alasan FPI bekerjasama dengan pemerintah. Ahok memang tidak tahu tapi bersikap sok tahu tentang FPI.
Memang banyak analisa kenapa Mendagri membuat pernyataan yang menimbulkan perlawanan berat Ahok dan kaum liberal, pernyataan yang seolah mengistimewakan FPI yang tentu membuat telinga kaum liberal panas.
Ada yang mengatakan Mendagri sedang mengalihkan perhatian masyarakat kepada SBY yang lagi lebai dihabisi pers. Juga kasus sms SBY tentang Anas. Ada juga analisis bahwa Mendagri sengaja memancing Ahok agar berkonflik dengan FPI. Tampaknya Ahok terjebak di sini. Seandainya tidak emosional dan tidak gegabah berkomentar soal FPI, tentu Ahok tidak menjerumuskan diri untuk berkonflik dengan FPI. Alhamdulillah FPI cukup cerdas melihat situasi kondisi. FPI cukup menurunkan Habib Selon atau Habib Novel untuk perang media lawan Ahok.
Sebenarnya, apa yang dikatakan Mendagri sesuai standar normatif belaka. Setiap kepala daerah wajib bekerjasama dengan seluruh ormas termasuk FPI sekalipun. Dalam berbagai wawancara Mendagri mengatakan bahwa walaupun kantornya pernah dilempari FPI, tidak berarti FPI harus ditinggal, malah harus dirangkul, karena kebaikan FPI dalam amar makruf nahi mungkar bisa dimanfaatkan pemerintah untuk bersama membangun bangsa. Dan banyak kalangan ternyata mendukung pernyataan Mendagri tersebut.
Jelas dalam komentar Ahok terhadap pernyataan Mendagri soal kerjasama Kepala Daerah dengan FPI, Mendagri Gamawan menunjukkan sikap seorang negarawan, sementara Ahok tampak semakin katrok. Hak dan batil itu memang akan selalu kelihatan. Wallahua’lam!
Posting Komentar