SEANDAINYA rakyat Indonesia dilibatkan langsung untuk melunasi utang
pemerintah, setiap orang harus menyisihkan dana sebesar Rp9,1 juta,
jumlah yang tidak kecil.
Angka tersebut didasarkan pada total utang pemerintah yang kini tercatat
sebesar Rp 2.177,95 triliun per Agustus 2013 dibagi dengan jumlah
penduduk sekitar 240 juta jiwa.
Utang yang terus bertumbuh itu sangat disayangkan mengingat Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menggaungkan untuk senantiasa
meminimalisasi muncul utang baru. Namun, fakta lapangan sulit
terbantahkan bahwa utang tetap bertumbuh subur.
Akhir tahun lalu saja jumlah utang pemerintah sekitar Rp1.977,71 triliun
kemudian membengkak sebesar Rp200,24 triliun dalam masa delapan bulan.
Meski kenaikan utang tersebut mendapat sorotan berbagai kalangan,
pemerintah tetap percaya diri dan menilai posisi utang sekarang masih
dalam tahap aman terkendali, dalam artian porsi pertumbuhan perekonomian
nasional dikaitkan dengan total utang masih dalam tahap wajar.
“Utang kita masih aman. Debt Equity Ratio 2013 masih rendah sekitar
23,4%,” ungkap Direktur Surat Utang Negara, Kementerian Keuangan Loto
Srinaita Ginting, di sela peluncuran Obligasi Ritel Indonesia (ORI) 010.
Pada kesempatan itu, Loto mengungkapkan, komposisi utang pemerintah
tetap terbesar dalam bentuk rupiah sekitar 54,9%, dolar (26,9%), yen
(12,4%), euro (2,8%), dan sekitar 29% dalam mata uang lainnya.
Pemerintah bisa saja berdalih bahwa posisi utang yang masih tetap
bertumbuh subur dalam batas aman memang tak terbantahkan dengan
menggunakan rasio utang terhadap PDB. Realitanya, rasio utang saat ini
baru sebesar 26,4% dari PDB yang tercatat sebesar Rp8.241,9 triliun.
Dalam lima tahun terakhir ini, rasio utang terhadap PDB memang tergolong
rendah, tak pernah lebih dari 30%.
Jadi, salah satu pertimbangan negara atau lembaga pemberi utang ke
Pemerintah Indonesia adalah tingkat rasio utang Indonesia terhadap PDB
tersebut yang dinilai masih tergolong aman. Tetapi, pernahkah
terbayangkan berapa besar dana yang harus disiapkan pemerintah untuk
mencicil pokok dan bunga utang dalam setahun?
Data terbaru dari Kementerian Keuangan, telah digelontorkan dana sebesar
Rp175,427 triliun dalam delapan bulan terakhir ini untuk mencicil pokok
dan bunga utang.
Nilai cicilan tersebut setara 58,53% dari target cicilan utang yang akan
dibayar pemerintah tahun ini. Cicilan utang untuk periode Januari –
Agustus 2013 terdiri atas pokok utang sebesar Rp102,822 triliun (utang
luar negeri Rp30,608 triliun, utang dalam negeri Rp71 miliar, obligasi
Rp72,143 triliun). Bunga utang sekitar Rp72,605 triliun – meliputi utang
luar negeri Rp8,09 triliun, utang dalam negeri Rp53 miliar, dan
obligasi Rp64,462 triliun.
Sebenarnya pemerintah berutang itu hal biasa sebab tentu sudah
diperhitungkan dengan matang bagaimana cara melunasinya ke depan. Jepang
saja sebagai sebuah negara maju dengan kekuatan ekonomi terbesar ketiga
dunia setelah Amerika Serikat dan China juga memiliki utang yang tidak
kecil. Belum lama ini Pemerintah Jepang mengumumkan total utangnya
mencapai 1.000 triliun yen atau sekitar Rp104.000 triliun per Juni 2013
sebagaimana dilansir kantor berita AFP.
Lembaga moneter internasional sudah mewanti-wanti Jepang agar utang
tersebut jangan sampai menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Nah, yang terpenting bagaimana utang tersebut dialokasikan agar menjadi
produktif.
Bagaimana dengan Indonesia? Selama ini pemerintah selalu beralasan
penambahan utang atas nama pembangunan infrastruktur. Sayangnya,
penarikan utang baru lebih sering terdengar sebagai penambal defisit
anggaran.
Tengok saja, untuk APBN-P 2013 sebesar Rp1.726,2 triliun defisit
ditetapkan 2,38% terhadap PDB atau Rp224,2 triliun yang ditutup dari
utang. Sayangnya, anggaran infrastruktur dalam APBN sangat jauh dari
yang diharapkan. Ironis, untuk bayar pokok dan cicilan utang delapan
bulan tahun ini pemerintah menghabiskan dana hingga Rp175,427 triliun.
Artinya, pemerintah bisa membangun puluhan jalan tol di atas laut
seperti di Bali senilai Rp2,4 triliun yang amat dibanggakan itu.
KORAN SINDO
Posting Komentar