GMNI Tolak Qanun Bendera dan Lambang Aceh.

 


*Warga Meulaboh, Aceh Barat meminta percepatan pengesahan Qanun-qanun Aceh.
BLITAR_Disela-sela pelaksanaan Kongres Nasional Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) XVIII di Blitar Jawa Timur, DPC GMNI Aceh Tengah mengumpulkan tanda tangan seluruh DPC GMNI se-Indonesia dengan tujuan menolak Qanum Bendera dan Lambang Aceh.

“Ini merupakan sikap penolakan kami terhadap Pemerintah Aceh yang akan memaksakan lambang dan bendera tersebut,” ujar Aramiko Aritonang, Ketua DPC GMNI Aceh Tengah dalam rilisnya kepada wartawan, Selasa (11/6/2013).

Dalam acara tersebut, juga dimasukkan isu kontroversi terkait Qanun Wali Nanggroe yang hari ini masih menjadi polemik di kalangan masyarakat. “Isu ini menjadi pembahasan di komisi politik Kongres GMNI di Blitar dan isu ini juga menjadi poin utama dalam hasil rekomendasi kongres ke Pemerintah RI, karena ini juga menyangkut persoalan disintegrasi,” sebut Aramiko.

Ia menambahkan, bendera dan lambang Aceh yang hari ini terus dipaksakan oleh Pemerintah Aceh adalah bendera yang pernah dipakai oleh GAM, sehingga ini juga mencederai kepercayaan masyarakat Aceh itu sendiri terhadap rezim
pemerintah yang baru.

“Eksekutif dan legislatif didominasi oleh elit-elit eks GAM sehingga ruh-ruh demokrasi di Aceh saat ini sangat tragis dan hampir tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Rezim PA saat ini terkesan selalu memaksakan kehendak dan tidak pernah mengedepankan musyawarah mufakat sebagaimana amanah petuah/orang tua terdahulu,” ungkap Aramiko.

Sampai kapanpun, lanjutnya, GMNI Aceh akan terus menolak penetapan Qanun Wali Nanggroe, Bendera dan Lambang Aceh serta rencana DPR Aceh yang akan melakukan referendum dalam waktu dekat ini.

Menurutnya, kedua Qanun tersebut juga bertentangan dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Itu juga melanggar kesepahaman damai yang dilakukan di Jenewa Swiss antara Pemerintah RI dan GAM, sehingga butir-butir kesepahaman damai itu juga perlu untuk di yudicial review kerena bayak yang tidak sesuai dengan UUD 1945.

Pemerintah Aceh sangat tidak Pancasilais, karena dengan disetujuinya Qonun-Qanun tersebut juga salah satu upaya ingin membuat negara di dalam negara,” tegasnya.

Senada dengan itu, delegasi GMNI Sulut menyatakan
dukungannya terhadap apa yang dilakukan GMNI Aceh.

“Sebagai kader GMNI yang membela Pancasila sampai akhir hayat, kami mendukung penuh usaha teman kami dari Aceh,” ujar Edwin Tumurang Ketua GMNI Bitung yang turut didampingi Ketua GMNI Minahasa Utara, Audy Kalumata.

Aksi pengumpulan tanda tangan tersebut diikuti oleh seluruh DPC GMNI se-Indonesia. “Teman-teman secara spontanitas ikut memberi dukungan karena keberadaan dua qanun dimaksud dianggap telah melanggar kadaulatan RI,” tulis Aramiko di akhir rilisnya.

Sementara itu di pihak lain seorang pedagang di Pasar Rakyat Aceh barat mengatakan tidak ada urusan sama sekali dengan mereka (Orang diluar Aceh) terhadap kebijakan pemerintah Aceh dalam hal pengesahan Qanun bendera dan lambang Aceh.

Menurutnya, masyarakat Meulaboh secara umum mendukung Kebijakan pemerintah Aceh dalam hal pengesahan Qanun, Kami meminta kepada Pemerintah Aceh agar mempercepat pengesahan Qanun Bendera, Lambang Aceh, Qanun KKR, Dana bagi Hasil Migas serta Qanun Wali Nanggroe, tegasnya.
 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

LANGUAGE