MENDAGRI Gamawan Fauzi mengatakan, terus melakukan lobi-lobi dan negosiasi agar lambang bendera Provinsi Aceh dapat diubah, sehingga tidak mirip dengan bendera GAM.
Ia mengatakan, sejauh ini,
pembicaraan antara kedua belah pihak (pemerintah pusat dan Pemerintah
Provinsi Aceh) masih terus berlangsung, di antaranya pertemuan di Bogor.
"Tadi pertemuan di Bogor saya belum dapat laporan," tuturnya.
Gamawan menegaskan, sikap
pemerintah ditentukan oleh aturan, kesepakatan Helsinki dan PP 77/2007
itu. Perkembangan terakhir, kata Gamawan, masalah bendera Aceh masih
belum ada titik temu.
Masalah bendera merupakan salah
satu dari 10 poin yang belum mencapai kesepakatan. Jika masalah bendera
selesai, kata Gamawan, poin lain mudah untuk diselesaikan.
Namun masalah bendera relatif
cukup alot meski pembahasannya tetap kondusif. "Sebenarnya kan suasana
secara umum bagus, kita tidak ribut-ribut, colling down, pembahasan
jalan terus," ujarnya.
Pemerintah pusat, tambah
Gamawan, tetap berpendapat bendera Aceh harus diubah lantaran menyerupai
bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hal itu bertentangan dengan UU
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan PP Nomor 77 Tahun 2007.
Ia memaparkan, pemerintah akan
menawarkan usulan untuk mengubah gambar bendera Aceh dengan pelbagai
kemungkinan, seperti menghapus strip atau bintang. Selain itu gambar
bendera Aceh juga bisa diubah dengan penambahan pedang atau senjata
rencong, sehingga tidak identik dengan milik GAM.
"Mungkin dengan mengubah
gambarnya (masalah selesai). Apakah strip hitamnya hilang, sudah bukan
bendera GAM lagi, atau misalnya bintangnya hilang, atau dikasih pedang,
atau dikasih rencong, sudah bukan bendera GAM lagi. Kalau sekarang kan
persis sama. Itu di PP 77 tidak boleh. Nantilah dicari titik temu,"
pungkas Gamawan.
Jakarta Ingin Menang Sendiri
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR
Aceh, Nurzahri mengatakan, dari rangkaian pertemuan pembahasan bendera
Aceh, terkesan pemerintah pusat ingin menang sendiri.
"Ada kesan bahwa tim pemerintah pusat hanya ingin menang sendiri," katanya dilansir Waspada Online.
Nurzahri menyayangkan, beberapa
poin permintaan Aceh terkait dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
seperti Migas, dan beberapa Perpres yang diamanatkan oleh konstitusi
yakni UU Pemerintah Aceh sama sekali belum memasuki progres yang lebih
baik.
"Ada kesan hanya Aceh yang harus menuruti kehendak pemerintah pusat," ujarnya.
Ia menjelaskan, pada dasarnya,
sangat mudah bagi Aceh untuk mengubah bendera yang telah diputuskan
dalam rapat paripurna DPR Aceh, namun tentunya kami juga ingin melihat
seperti apa langkah kongkrit pusat untuk menyelesaian berbagai aturan
yang masih belum dilaksanakan.
"Hanya butuh satu langkah bagi
Aceh untuk ubah bendera, namun kami juga ingin melihat kesungguhan dan
komitmen pusat terkait dengan hak-hak Aceh yang belum tuntas hingga saat
ini," tukasnya.
Menurutnya, terkait dengan
bendera Aceh, tim perunding pusat selalu berpijak pada aturan dan
regulasi yang pada prinsipnya mereka menyebutkan bahwa Aceh telah
langgar aturan dan konstitusi yang ada.
"Namun mereka lupa bahwa dengan
belum dibentuknya PP dan Perpres yang dimandatkan oleh UU Pemerintah
Aceh, pemerintah pusat juga telah melanggar konstitusi negara,"
tandasnya.
(*/kompas/waspada/tempo)
Posting Komentar