aceh besar pindah ibukota ke Kuta Malaka




Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar memindahkan Ibukota Kabupaten dari Kota Jantho ke Kuta Malaka (Samahani), sebagaimana gencar dibicarakan akhir-akhir ini.

Wacana pemindahan ibukota kabupaten dari Kota Jantho, ke tempat lain yang lebih strategis dan terjangkau oleh seluruh warga Aceh Besar. Antara lain di beberapa Kecamatan seperti Kecamatan Lhong, Kecamatan Leupung, Kecamatan Masjid Raya dan beberapa kecamatan lainnya.

Untuk sebuah kota yang telah berumur 29 tahun, seharusnya fasilitas di Kota Jantho sudah sempurna dan memenuhi syarat sebagai ibukota kabupaten. Namun, Kota Jantho dalam perjalanannya, jauh dari yang diharapkan dan terkesan jalan di tempat.

Selain itu, Pemindahan dilakukan untuk menghindari terjadinya pemekaran Kabupaten Aceh Besar menjadi dua Kabupaten seperti yang selama ini disuarakan oleh beberapa kalangan masyarakat.

Orang nomor satu di Aceh Besar, Mukhlis Basyah mengatakan, proses pemindahan ibukota Aceh Besar ini telah dituangkan dalam Draf Qanun RTRW dan telah diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyar Kabupaten (DPRK) Aceh Besar beberapa waktu lalu.

Namun demikian, Mukhlis mengatakan, Pemerintah Aceh Besar belum menentukan wilayah mana yang akan dijadikan pusat Ibukota Aceh Besar yang baru.

Disebutkan, ada enam indikator yang mendukung wacana pemindahan ibukota kabupaten ini, di antaranya letak geografis Kota Jantho sebagai ibukota terlalu marginal , dengan beberapa kecamatan dalam wilayah Aceh Besar, serta belum optimalnya transportasi umum ke Kota Jantho.

Pemindahan ibu kota tidak rasional

Forum Kajian dan Komunikasi Generasi Muda Aceh Besar (Fokus Gempar) menilai rencana Pemerintah Kabupaten Aceh Besar terkait dengan pemindahan ibukota adalah tidak rasional. Sebab, alasan yang dikemukan pemerintah karena persoalannya adalah bahwa saat ini ibu kota kabupaten jauh bagi pelayanan masyarakat, maka hal itu sangat subjektif.

"Wacana dan rencana yang digulirkan Pemkab Aceh Besar untuk memindahkan ibu kota Aceh Besar saat ini tidak perlu," ujar Ketua (Fokus Gempar), Sirathallah.

"Jantho sebagai pusat pemerintahan dan administrasi sudah sangat bagus, hanya saja Jantho sebagai tujuan lain yang belum diupayakan, misalnya menciptakan Jantho sebagai tujuan wisata, tujuan ekonomi dan lain sebagainya," paparnya.

Hal senada juga dikemukakan oleh Forum Alumni Himpunan Mahasiswa Aceh Besar (Formula-Himab). “Harusnya yang dipikirkan Pemkab Aceh Besar adalah bagaimana mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bukan memindahkan ibu kota kabupaten,” kata ketua Formula-Himab, Muhammad Ali.

Mafia Tanah

Menurut Muhammad Ali, pemindahan ibu kota kabupaten Aceh Besar dari Kota Jantho ke Samahani (Kuta Malaka) bukan solusi untuk mensejahterakan masyarakat, malah bisa memicu konflik di antara masyarakat itu sendiri. 

Yang lebih mengkhawatirkan lagi dari kebijakan itu adalah munculnya mafia tanah untuk tujuan pembebasan lahan.

Ali mengatakan, rencana Pemkab Aceh Besar memindahkan pusat ibu kota dari Jantho ke Samahani tidak mendapat dukungan mayoritas masyarakat. Sedangkan Dengar Pendapat Umum (DPU) di Aula Setdakab Aceh Besar pada 14 Mei 2013 yang diklaim oleh pemkab sebagai bukti dukungan mayoritas masih bisa diperdebatkan.

Sebelumnya, kata Ali, pada 8 Mei 2013, acara yang sama (DPU) juga dilakukan oleh DPRK Aceh Besar di Wisma Permata Hati, Kecamatan Ingin Jaya. Saat itu tercatat jumlah OKP/Ormas dan unsur masyarakat yang menolak rencana pemindahan ibu kota Aceh Besar lebih banyak. 

“Waktu itu 60 persen menolak, 12 persen mendukung, 10 persen netral, dan selebihnya mengalihkan topik ke wacana pemekaran kabupaten Aceh Rayeuk dan Aceh Raya,” ungkap Muhammad Ali. 

“Anehnya, unsur masyarakat yang menolak rencana itu--berdasarkan hasil DPU di Permata Hati-- tidak seorang pun diundang pada DPU 14 Mei 2013 di Aula Setdakab Aceh Besar. Ini kan tidak benar,” lanjut Muhammad Ali.

Terkait rencana pemindahan ibu kota kabupaten Aceh Besar tersebut, Formula-Himab sedang mempersiapkan surat protes ke Menteri Dalam Negeri dan surat permohonan investigasi ke Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) di Jakarta terkait pembebasan lahan untuk lokasi rencana pembangunan pusat ibu kota yang baru di Kecamatan Kuta Malaka. 

“Kalau juga aspirasi kami tidak ditanggapi, tidak tertutup kemungkinan akan ada pengerahan massa untuk berdemonstrasi menyampaikan pendapat dengan cara yang lain,” demikian Muhammad Ali.

(*/serambi/rakyataceh/waspada)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

LANGUAGE