Apa maksud dari statement di atas? Bukankah lewat Pemilihan Presiden
(Pilpres) kita akan mendapatkan seorang presiden, apa hubungannya dengan
Amerika? Sekarang mari kita jabarkan jawabannya.
Negara Indonesia adalah negara dengan sumber daya yang besar. Sumber
daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah. Sebagai negara yang
melimpah sumber daya nya, Indonesia menjadi target investasi eksplorasi
dari negara lain, salah satunya Amerika.
Amerika sebagai negara besar dalam kekuatan militer dan kekuatan ekonomi
jelas sangat memanfaatkan keberadaan Indonesia sebagai negara yang bisa
‘dijajah’ secara modern. Dari perusahaan vital milik Amerika semacam
Freeport, ExxonMobil, General Motor telah lama bercokol di Indonesia.
Kerjasama yang akan berlangsung lama dengan jalinan kontrak sampai 25
tahun ke depan di tiap jalur usaha dan bidang produksi yang dikuasai
perusahaan Amerika.
Sebagai stakeholder atas kekayaan di negara ini, Amerika sering ikut
campur di dalam perpolitikan di negara kita. Sejak peristiwa G30S PKI,
Amerika yang memback-up Soeharto untuk menggulingkan Soekarno. Ketika
Soeharto memimpin, balas jasa pun di berikan kepada Amerika.
Lewat Soeharto lah tambang emas di Papua (dulu Irian Barat) diserahkan
kepada Freeport. Begitu juga ladang gas bumi di Aceh diserahkan juga
pada ExxonMobil. Selama 32 tahun Soeharto dijaga kepentingannya oleh
Amerika.
Begitu juga ketika kejatuhannya, Amerika pun di belakangnya. Melalui
krisis ekonomi yang diberikan, hal ini dipicu akibat aksi Soeharto yang
mulai mau memajukan industri pesawat terbangnya N2130 melalui PT IPTN
(Industri Pesawat Terbang Nurtanio) yang nyata-nyata mengancam
keberadaan industri pesawat terbang BOEING salah satu andalan industry
Amerika.
Bagi Amerika, presiden Indonesia hanya pion kecil dari pion-pion lain di
dunia. Maka beruntunglah Venezuela yang memiliki presiden seperti Hugo
Chavez, yang berani melawan hegemoni Amerika, namun itu pun akhirnya
harus dibayar dengan nyawa Chavez sendiri. Bukan rahasia umum bahwa
Chavez sesungguhnya mati dibunuh oleh Amerika.
Begitu sangat superiorkah Amerika sampai mampu mengatur pergantian
presiden di setiap negara yang diinginkannya. Tapi melihat kenyataan
yang ada, sepertinya memang seperti itu. SBY itu sangat takut dengan
Amerika, satu hal Amerika sangat paham bagaimana memainkan dan
memanfaatkan wayangnya. SBY pilih Boediono sebagai wakil itu juga atas
saran Amerika karena Boediono bagian dari jaringan mafia Berkeley.
Begitu pun dengan melindungi karier Sri Mulyani yang direkrut WORLD
BANK, itu pun pesanan Amerika.
Lalu kasus suap impor daging sapi yang akhirnya menyeret presiden partai
PKS yang memang anti produk impor, Amerika juga turut serta ambil
bagian. Lalu urusan bawang merah dan putih sebenarnya SBY pulalah yang
memerintahkan menahan stok impor bawang yang sudah masuk ke pelabuhan
melalui Menteri Perdagangannya Gita Wirjawan. Nah…agar tidak diketahui
belangnya, SBY melakukan taktik ala ‘sinetron picisan’ dengan
memposisikan sebagai korban dari dua menterinya yang tidak becus.
Betapa besar takutnya SBY pada Amerika, itu terlihat dengan beraninya
SBY menyiram air panas ke tubuhnya sendiri. Hal itu dilakukan demi
penyelamatan partainya dan keluarganya yang bagi Amerika tinggal
dimainkan sebagai tekanan dan ancaman.
Amerika jelas bisa meng’operate’kan segala sesuatunya di negeri ini.
Inilah yang ditakutkan SBY makanya dia lebih baik hantam partai seperti
PKS asalkan namanya bisa diselamatkan Amerika dalam 12 bulan ke depan.
Terus terang kita tidak paham apa yang dirasakan Presiden kita saat ini.
Kita hanya tancapkan rasa tidak suka kita dan melawan pada figur SBY.
Sesungguhnya yang terjadi SBY sedang berperang. Berperang pada sosok
tidak kelihatan yang menguasai power di negara ini. Begitu pun besok isu
aksi besar tanggal 25 Maret 2013 dengan agenda ‘penjatuhan
SBY-Boediono’.
Amerika jugalah yang memberikan stimulus kepada pelaku-pelaku aksinya
salah satunya Adhie Massardi~ jubir kepresidenan zaman Gus Door.
HEBAT memang Amerika, membuat PION miliknya sendiri yang bernama SBY
kalang kabut. Walau sebenarnya hal ini hanya ‘warning’ pada SBY, bahwa
kekuatan Amerika sudah sedemikian kuatnya di negara ini.
Sekarang Prabowo, Wiranto dan yang lainnya ingin masih maju jadi
presiden RI. Maka sesungguhnya secara kasat mata yang terjadi adalah
bukan presiden RI melainkan sebuah ‘PION’ Amerika. Makanya mungkin
mereka ketika menjadi presiden bukan saja makin serakah, maruk dan galak
pada rakyatnya. Tapi satu sisi mereka juga telah mengabdikan dirinya
sebagai boneka yang bisa dimainkan Amerika.
Abu Junda | Dakwatuna
Posting Komentar