"Dajjal akan keluar dari muka bumi ini, di bagian timur yang bernama Khurasan”. (H.R Tirmidzi).
Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Al-Hadith Al-Nabawi , mengungkapkan,
saat ini, Khurasan terletak di ujung timur Laut Iran. Pusat kotanya
adalah Masyhad.
Sejarah peradaban Islam mencatat Khurasan dengan tinta emas. Betapa
tidak. Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam
sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai
wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah
menyebut-nyebut nama Khurasan.
Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para
penguasa dari zaman ke zaman. Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan
wilayah sangat luas membentang meliputi; kota Nishapur dan Tus (Iran);
Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan
(Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan
Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).
Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah
Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer
persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di
sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afganistan. Dalam bahasa
Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’
Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu
tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung
pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan
Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi
primadona yang diperebutkan para penguasa.
Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukan Dinasti Khusan.
Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila
kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur
dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti
Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.
Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil
menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan
pada era Kekhalifahan Umar bin Khattab. Di bawah pimpinan komandan
perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah
itu melalui Isfahan.
Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.
Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.
Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.
Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir Gubernur Jenderal Basra untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti- Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.
(Pasukan yang membawa) bendera hitam muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya.’’ (HR. Turmidzi).
Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.
Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.
Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.
Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir Gubernur Jenderal Basra untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti- Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.
Dajjal dan Khurasan dalam Hadits
Kemunculan Dajjal merupakan fitnah terbesar dalam sejarah umat manusia
di muka bumi. Dalam literatur Islam, disebutkan tentang sifat-sifat
Dajjal, yaitu bahwa Dajjal adalah seorang manusia yang buta sebelah
matanya. Ia pun terkenal sebagai oknum yang hebat dalam tipu daya hingga
banyak umat muslimin mengikuti jejak langkahnya saat ia memunculkan
diri.
“Barangsiapa yang mendengar ada Dajjal, maka hendaklah ia bersmbunyi darinya. Demi Allah, ada seseorang yang mendatanginya dan dia mengira bahwa ia akan tetap beriman lantas dia mengikutinya, karena banyaknya syubhat yang menyertainya.” (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, dan Al Hakim)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW melihat Dajjal dalam mimpi. Beliau melukiskan;
“laki-laki berbadan besar, berkulit kemerahan, rambutnya keriting, buta sebelah, matanya seperti sebutir anggur yang menonjol. Manusia yang paling mirip dengannya adalah Ibnu Qothn bin Khuza’ah.”
Perbincangan mengenai dimana turunnya Dajjal memang memiliki banyak
penjelasan dan versinya masing-masing. Namun kita harus pandai-pandai
dalam menyikapi dan mengumpulkan banyak hadis untuk melihat gamabran
jernih tentang tempat turunnya Dajjal. Dalam penelusuran lebih jauh,
riwayat-riwayat yang ada tidak memberikan informasi yang begitu rinci.
Hadits Tamim Ad Dari yang diriwayatkan oleh Fatimah binti Qais
menjelaskan posisi Dajjal berada di laut Yaman. Sedangkan janji
Rasulullah SAW tentang tempat keluarnya Dajjal berada di wilayah
Khurasan. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dimana
Rasulullah SAW bersabda;
“Dajjal akan keluar di bumi bagian Timur yang disebut Khurasan. Ia diikuti oleh beberapa kaum yang wajah mereka seperti perisai yang dipukuli.”
Menurut Abu Fatiah Al Adnani dalam bukunya Fitnah dan Petaka Akhir
Zaman, Khurasan adalah sebuah makna yang berarti tempat terbit matahari.
Ia merupakan negeri yang amat luas meliputi beberapa negeri Persi,
Afghanistan, dan Turkistan. Khurasan memanjang ke Asia antara sungai
Amudariya sebelah utara serta Timur dan Gunung Hindukus sebelah selatan
serta beberapa daerah Persi bagian Barat.
Tidak hanya itu, Khurasan juga memanjang ke beberapa negara seperti
Shafad dan Sajistan. Oleh karena itu ia dinisbatkan dengan Negara-negara
besar seperi Bukhari, Khawarizmi, Ghaznah, dan Isfahan. Dan Khurasan
yang diketahui saat ini adalah Negara Persia yang terletak di bagian
Timur dan Timur Laut Iran.
Masih menurut Abu Fatiah al Adnani, ia menyatakan bahwa sebagian penulis
tentang fitnah Akhir Zaman membagi periode keluarnya Dajjal, yang
pertama adalah Dzuhur yang berarti kemunculan dan Khuruj yang berarti
keluarnya Dajjal. Kalimat Dzuhur dimaknai sebagai fase kemunculan dan
Khuruj memiliki arti sebagai keluarnya dalam bentuk dan wujud yang bukan
aselinya, waktunya sangat panjang dan itu terjadi sebelum kemunculan Al
Mahdi.
Khuruj juga bermakna keluarnya Dajjal untuk yang terakhir kalinya dalam
bentuk fisik sebagaimana yang disebutkan dalam banyak riwayat yaitu buta
matanya dan bertuliskan kata ka fa ra tepat di dahinya. Fase keluarnya
ini hanya terjadi selama 40 hari dan terjadi setelah keluarnya al Mahdi.
DR. Umar Sulaiman al Asyqar dalam kitabnya al Yaum al Akhir juga membagi
dua periode antara munculnya Dajjal dan keluarnya Dajjal. Ia mengatakan
bahwa Dajjal akan muncul dari timur, suatu daerah Persia bernama
Khurasan. Ini dikuatkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi, Ibn Majah, Hakim, Ahmad, dan Dhiya’ dalam al-Mukhtar, dari Abu
Bakar Shiddiq yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda;
“Sesungguhya Dajjal muncul disebuah daerah di timur bernama Khurasan. Ia diikuti oleh orang-orang yang wajahnya seperti tameng yang ditempa palu.”
Dalam penjelasan lebih jauh, keluarnya Dajjal yang pertama kali adalah
untuk unjuk kekuatan, membuat fitnah, teror, mencari pendukung, dan
menebar propaganda bahwa dirinya adalah tuhan semesta alam. Peristiwa
ini berlangsung selama waktu yang tidak diketahui. Selama masa ini pun
Dajjal mendapatkan kemenangan dan banyak mengalahkan musuh-musuhnya.
Dalam suatu riwayat yang menunjukkan bagaimana proses kemunculan Dajjal pertama kali di muka bumi. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Al Bahili;
“Di awal kemunculannya, ia berkata: ‘Aku adalah Nabi’, Padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata: ‘Aku adalah Rabb (Tuhan) kalian’, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati.” (HR. Ibnu Majjah. II/512-516)
Adapun keluarnya Dajjal yang terakhir kalinya adalah pada saat
pertempuran akhir antara Dajjal dan kaum muslimin. Pendukung Dajjal saat
itu bukan lagi para Yahudi yang tinggal di Israel. Mungkin saja Yahudi
Israel saat itu sudah dikalahkan oleh kaum muslimin ketika penaklukan
baitul Maqdis dilakukan oleh Al Mahdi.
Pendukung Dajjal sendiri adalah kaum Yahudi Asbahan yang tinggal di
sebuah perkampungan Yahudiyyah. Jumlah mereka sebanyak 70.000 orang
dengan memakai topi. Dari Anas bin Malik ra, sabda beliau SAW;
“Dajjal akan keluar dari kota Yahudi Isfahan (Wilayah di Khurasan, Iran, red.) bersama 70,000 penduduk Isfahan”. (Fath al-Rabbani Tartib Musnad Ahmad. Ibn Hajar berkata Shahih)
“Dajjal akan diikuti oleh 70.000 yahudi dari kota Isfahan (Nan), mereka memakai Al-Tayalisah”. (HR. Muslim)
Menurut Abu Fatiah al Adnani, keluarnya Dajjal dari arah Timur ini
disebabkan oleh kemarahan, hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits,
“Sesungguhnya Dajjal akan keluar karena suatu kemarahan” (HR. Muslim dan Ahmad dari Ibnu Umar).
Adapun peristiwa keluarnya Dajjal yang kedua kalinya adalah karena
datangnya batsyatul kubra atau hantaman yang keras berupa meteor dari
langit dan munculnya Dukhan). Dan ini terjadi setelah Al Mahdi dan kaum
muslimin berhasil menaklukan Konstantin.
Referensi: Republika / Ermuslim
Posting Komentar