“Kami menghormati keputusan Polri menunda keputusan jilbab di kalangan Polwan. Namun sebaiknya tidak boleh lama-lama, karena itu sama saja menghalangi hak seseorang melaksakan keyakinannya,” demikian disampaikan Sekretaris MUI Jatim, Mohammad Yunus.
Menurut Yunus, melaksanakan syariat menutup aurat sama dengan kedudukan umat Islam melaksanakan ibadah shalat.
“Jika mereka dilarang menutut aurat, sama juga melarang orang yang shalat. Jadi yang melarang ikut kena dosanya,” ujarnya dalam pernyatan, Kamis (05/12/2013).
Dikutip Hidayatullah, MUI mengusulkan, sambil menunggu payung hukum lebih detail sebaiknya Polwan diboleh menggunakan jilbab meski sementara asal penggunaanya tetap rapi.
Menanggapi pernyataan penggunaan jilbab untuk Polwan karena belum ada seragam dan anggaran, ia mengatakan, jika anggaran dijadikan alasan penundaan penggunaan Polwan menggunakan jilbab, ia setuju mengajak umat Islam membantu kelancaran anggaran jilbab di tubuh Polri dengan cara program pengumpulan “Koin untuk Jilbab Polwan”.
“Bagaimana jika kita ajak umat kumpulkan uang Rp 1000-2000,- perorang untuk menyumbang jilbab demi kelancaran Polwan Muslim?” ujarnya.
Belajar dari kasus Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional bulan Agustus 2008, ia meyakini, respon umat Islam akan cepat jika ikut dilibatkan membantu para Muslimah di jajaran kepolisian agar lebih tenang menggunakan syariatnya.
Sebelumnya, Wakil Kapolri Komjen Oegroseno beberapa kali menyatakan bahwa penundaan penggunaan jilbab di kalangan Polwan karena menunggu ada payung hukum yang mengatur.
Wakapolri juga mengatakan, pengadaan seragam Polwan masih harus dibicarakan lagi dengan DPR. Hal ini karena DPR yang menyediakan anggaran.
"Dari negara, dari rakyat lagi kan. Ini kan usulan dari anggota DPR Komisi III. Mereka sebagai wakil rakyat wajib menyediakan anggarannya," kata Oegroseno di Balai Kartini, Jakarta, Rabu. (*/hid) acw.
Posting Komentar