Setelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya,
kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal produk
Farmasi dalam Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH).
Alasannya, hampir semua obat dan vaksin mengandung babi.
“Contohnya, walaupun bahan vaksin tidak mengandung babi, tapi katlisatrnya itu mengandung unsur babi. Sehingga tidak bisa dinilai kehalalannya,” ujar Nafsiah di Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Dia mengakui, bahwa produk farmasi seperti obat dan vaksin memang
mengandung barang haram sehingga tidak bisa disertifikasi halal.
Sehingga Mboi menilai produk farmasi perlu dipisahkan dari makanan dan
minuman dalam RUU JPH. Nafsiah juga membenarkan adanya penggunaan minyak
babi pada katalisator dalam pembuatan obat.
Ia mencontohkan, bagaimana jika seorang yang berhaji terkena influenza.
Karena obatnya mengandung babi, kemudian orang tersebut tak bisa
mengobati penyakit tersebut.
Mboi berdalih, bila sertifikasi halal itu diterapkan, vaksin yang
mengandung babi itu tidak akan bisa digunakan karena tidak memiliki
sertifikasi halal.
“Kita menolak sertifikasi halal itu untuk vaksin dan obat-obatan,” timpalnya.
Sikap Menkes Disesalkan
Ombudsman Republik Indonesia menyayangkan sikap Nafsiah Mboi yang
terlalu terburu-buru menolak sertifikasi halal produk farmasi pada
Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Penolakan ini
dianggap dapat memicu reaksi keras dari publik.
Komisioner Ombudsman Bidang Pencegahan, Hendra Nurtjahjo, menyatakan
publik berhak memperoleh informasi ihwal komposisi suatu produk, baik
makanan maupun obat-obatan. Termasuk hak untuk mengetahui apakah suatu
produk mengandung gelatin babi atau tidak.
"Ini bukan hanya soal kesehatan tetapi juga menyentuh soal keimanan masyarakat muslim," ungkap Hendra di Jakarta, Minggu, (8/12).
Menurut Hendra, sudah saatnya LPOM, MUI dan BPOM Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) bekerjasama dalam satu platform keselamatan kepentingan
publik dari produk tidak halal, khususnya bagi masyarakat muslim.
Kemenkes, tegasnya, tidak boleh menyatakan bahwa persoalan halal-tak halal bukan urusannya.
Obat Berkatalisator Babi Tetap Haram
Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara mengenai pernyataan Nafsiah
Mboi soal halal/haramnya obat menggunakan katalisator berbahan babi. MUI
menegaskan, hal itu tetap haram meski hasil akhirnya sudah tidak
terdeteksi.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, sesuai dengan
kaidah ushuliah, sesuatu yang haram awalnya meski diproses sedemikian
rupa, hasil akhirnya tetap haram.
"Hal yang semacam itu di dalam paradigma fikih disebut istihalah, yaitu
sesuatu yang haram setelah diproses berubah bentuk menjadi halal karena
unsur haramnya tidak terdeteksi. Berdasar kaidah ushuliah di atas, MUI
menolak perubahan bentuk istihalah tersebut," tutur Amidhan.
Dia sangat menyesalkan pernyataan Menkes soal tidak adanya kandungan
babi dalam obat yang dibuat dengan menggunakan katalisator berbahan
babi.
Amidhan berharap pemerintah lebih mendorong tersedianya obat halal,
bukan malah menolak. Sebab, perlindungan terhadap konsumen muslim adalah
hak konstitusional.
"Dalam Islam, hukum mengonsumsi obat dan vaksin sama dengan hukum mengonsumsi produk pangan, yakni harus halal,” ujar dia.
Karena itu, pemerintah hendaknya mampu memfasilitasi masyarakat dalam
menjalankan syariat agama, termasuk dalam mengonsumsi obat-obatan yang
terjamin kehalalannya.
Hanya 22 Obat Tersertifikasi Halal
Ketersediaan obat bersertifikat halal masih sangat minim. Baru sekitar
20 jenis obat di Indonesia yang memiliki sertifikasi halal dari MUI.
Kondisi itu dikemukakan Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim, Sabtu (7/11).
"Di antara 30 ribu obat yang diproduksi sekitar 206 perusahaan di
Indonesia, yang telah bersertifikat halal masih sangat sedikit. Dari
kelompok obat-obatan, hanya ada lima perusahaan dengan 22 produk,” tuturnya.
Di kelompok jamu, ada 14 perusahaan yang telah memiliki sertifikat halal
dengan 100-an produk. Pada kelompok suplemen, yang telah mengantongi
sertifikat halal sebanyak 13 perusahaan dengan sekitar 50 produk.
"Angka-angka tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk muslim yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa," ujar Lukman.
Menkes Didesak Beberkan Obat Mengandung Babi
Anwar Abbas, Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengatakan Kemenkes
harus bersikap tegas terkait dengan peredaran produk-produk farmasi yang
belum memenuhi standar kehalalan.
Menurutnya, pernyataan Menkes yang meminta tidak diberlakukan
sertifikasi halal untuk produk farmasi sangat mengejutkan. Apalagi,
alasannya adalah hampir semua obat di Indonesia mengandung unsur bahan
haram.
"Saya merasa pernyataan itu mengejutkan karena selama ini umat Islam di
Indonesia telah mengonsumsi obat-obatan yang haram," tuturnya.
Dia mendesak Menkes agar membeberkan obat-obatan apa saja yang
mengandung bahan-bahan haram. Anwar juga meminta seluruh elemen,
termasuk pemerintah, tidak berdiam diri melihat fenomena itu terus
berlarut-larut.
Setelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal produk Farmasi dalam Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH).
Posting Komentar