Pasalnya, aktivis Islam yang baru diduga sebagai teroris tersebut seringkali di intimidasi, disiksa dan dianiaya saat proses interogasi. Bahkan tak jarang, para terduga teroris tersebut sampai cacat dan meninggal dunia setelah di interogasi sebagaimana yang terjadi pada Basari Rahman alias Ahmad Basari dan Bayu Setianto alias Ustadz Harun.
Hal ini sebagaimana disampaikan sekretaris ISAC, Endro Sudarsono. Menurut Endro, sikap tanggap SBY saat terjadi kasus penyerangan LP Cebongan Sleman atau penyerangan aparat yang dilakukan “teroris kristen” OPM di Papua tak terlihat ketika umat Islam yang jadi korban kebrutalan Densus 88.
...Presiden SBY terkesan melakukan pembiaran atas perilaku Densus 88. Berbeda sekali ketika Presiden SBY menyikapi oknum Kopassus dalam masalah di LP Cebongan. Semestinya Densus 88 pun tidak kebal hukum, walaupun mendapat sponsor dari Amerika dan Australia...“Presiden SBY terkesan melakukan pembiaran atas perilaku Densus 88. Berbeda sekali ketika Presiden SBY menyikapi oknum Kopassus dalam masalah di LP Cebongan. Semestinya Densus 88 pun tidak kebal hukum, walaupun mendapat sponsor dari Amerika dan Australia,” katanya kepada voa-islam.com pada Jum’at (24/5/2013) di Solo, Jawa Tengah.
Dalam catatan ISAC, perilaku tembak mati terhadap aktivis Islam yang dituduh sebagai teroris dan tanpa adanya perlawan sudah seringkali dilakukan Densus 88. Untuk itu, Endro menegaskan jika SOP Densus 88 masih seperti itu, maka kebencian masyarakat terhadap korps burung hantu itu akan selalu ada.
Kejadian penyiksaan ataupun tembak mati terduga teroris sudah massif dan berdampak luas, baik kepada aktivis Islam yang diduga teroris ataupun keluarganya. Endro menilai, sejak dari Malang, Wonosobo, Sukoharjo, Poso, Bima, Solo, Medan, Bekasi dan Bandung merupakan bentuk represif dan militeristik Densus 88.
...Fakta-fakta ini mungkin bisa berlanjut ketika SOP Densus dalam hal tembak mati tetap dipertahankan. Dan tak ada yang harus disalahkan atas hal ini kecuali Presiden SBY sebagai kepala negara...“Fakta-fakta ini mungkin bisa berlanjut ketika SOP Densus dalam hal tembak mati tetap dipertahankan. Dan tak ada yang harus disalahkan atas hal ini kecuali Presiden SBY sebagai kepala negara”, tegasnya.
Dari itu, harus ada upaya lain dari masyarakat, tokoh agama, aktivis Islam, aktivis kampus, pejabat terkait seperti MUI untuk menghentikan aksi koboi dan brutal Densus 88 terhadap umat Islam yang dituduh sebagai teroris. Pasalnya, sekedar kritik dan nasihat terbukti tak ampuh lagi untuk mengubah arogansi Densus 88.
“Saran, kritik, rekomendasi, nasihat dari Komnas HAM, DPR RI, LSM, Ormas, Kampus, Tokoh Agama, MUI, sudah tidak mampu lagi untuk mengubah paradigma Densus 88 dalam penanganan terorisme di Indonesia,” tandasnya. [Khalid Khalifah]voa
Posting Komentar