"Hacker" Murka, Internet Dunia Melambat



ADIPOST. Kecepatan
internet di dunia, khususnya di
belahan benua Eropa, dikabarkan
melambat. Hal ini tidak
disebabkan oleh rusaknya
infrastruktur atau ada kabel
bawah laut yang terkena
jangkar kapal, seperti yang
menimpa jaringan internet salah
satu operator Indonesia
beberapa waktu yang lalu.
Melambatnya internet di Eropa
tersebut disebabkan oleh
sebuah serangan distributed
denial of service (DDoS) yang
diklaim sebagai yang terbesar
dalam sejarah.
Biasanya, untuk melancarkan
serangan DDoS, si penyerang
memanfaatkan server atau
botnet untuk mengirimkan
traffic palsu kepada target
dengan harapan dapat membuat
server target menjadi offline
atau mati.
Namun, serangan kali ini
disinyalir sedikit berbeda.
Peretas diduga memanfaatkan
masalah di Domain Name System
(DNS) untuk memborbardir
server korban dengan traffic
internet dari seluruh dunia. Skala
serangan ini disebut sebagai
yang terbesar dalam sejarah
karena mampu mencapai 300 GB
per detiknya.
Serangan DDoS ini diarahkan ke
sebuah perusahaan keamanan
jaringan bernama Spamhaus.
Perusahaan yang bermarkas di
kota Geneva (Swiss) dan London
(Inggris) tersebut selama ini
bekerja membuat daftar hitam
(blacklist) situs-situs web yang
dianggap berbahaya.
Daftar hitam tersebut nantinya
akan dijual ke berbagai
perusahaan penyedia layanan
internet (ISP) yang biasanya
menggunakan daftar ini sebagai
acuan untuk memblokir situs-
situs web yang dianggap
berbahaya.
Seperti dikutip dari Mashable,
Kamis (28/3/2013), daftar hitam
itu diperkirakan "bertanggung
jawab" terhadap pemblokiran 80
persen spam e-mail di seluruh
dunia.
Spamhaus sendiri dikabarkan
menjadi korban serangan DDoS
setelah menambahkan
Cyberbunker, sebuah
penyelengara internet asal
Belanda, dalam daftar hitamnya.
Cyberbunker adalah sebuah
layanan penyimpanan data yang
mengizinkan penggunanya
untuk menyimpan semua data,
kecuali pornografi anak dan hal-
hal yang berkaitan dengan
teroris.
Sepertinya, pihak-pihak di balik
Cyberbunker atau bersimpati
dengannya murka atas tindakan
pemblokiran tersebut, kemudian
mereka pun melakukan serangan
balasan dendam.
Meski Cyberbunker sebenarnya
tidak dituduh bertanggung
jawab atas serangan ini, seorang
yang mengaku sebagai juru
bicara Cyberbunker, Sven Olaf
Kamphuis, memberikan sebuah
pernyataan yang membuat
perusahaan tersebut menjadi
tertuduh.
Kepada BBC, Kamphuis
menyatakan, Spamhaus tidak
seharusnya dapat menentukan
"apa yang boleh dan tidak di
internet".
Steve Linford, kepala eksekutif
Spamhaus, kepada BBC,
mengatakan, skala serangan ini
belum pernah terjadi
sebelumnya."Kita dalam
serangan cyber selama lebih dari
seminggu,'' katanya.
"Tetapi, mereka tidak bisa
meruntuhkan kami. Teknisi kami
melakukan pekerjaan yang luar
biasa untuk menangkal
serangan.''
Linford mengatakan pasukan
polisi internet dari lima negara
kini tengah menyelidiki
serangan cyber ini.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

LANGUAGE