Sebagai remaja muslim yang cerdas dan anti-sepilis (sekulerisme, pluralisme dan liberalisme) harus berhati-hati pada ucapan setiap manusia. Ucapan selain Nabi Muhammad SAW dan perilakunya yang dijamin oleh Allah karena di jamin masuk syurga dan terlindung dari dosa.
Sebaliknya, manusia sehebat apapun tidak ma'sum, tidak terlindung dari dosa dan tidak dijamin dosanya akan di ampuni selama tidak benar-benar bertaubat dengan taubatan nasuha.
Misalnya saja, ucapan musisi kondang Ahmad Dhani Prasetyo kembali mengobarkan perang opini berbau SARA di sosial media. Melalui akun Twitter @AHMADDHANIPRAST pemilik Republik Cinta Manajemen (RCM) itu menyatakan bahwa kebenaran agama berada di ranah privat.
“Menyebut Islam adalah agama paling benar di twitter, adalah tindakan yg tdk sopan…tdk ber akhlaq…kebenaran Agama adalah ranah privat.ADP,” tulis @AHMADDHANIPRAST.
Isu toleransi beragama, menjadi fokus kicauan Ahmad Dhani. “Agama saya ISLAM dan menurut tafsir kyai saya…semua manusia punya kesempatan yg sama utk masuk surga…ALLAH MAHA BESAR…ADP,” kicau @AHMADDHANIPRAST.
Dhani juga menyoal indoktrinasi dalam beragama. “Untuk yg Non ISLAM, jgn percaya klo ada orang yg bilang yg selain Islam itu masuk neraka. itu hanya tafsir/pendapat mereka belaka. Dulu waktu masih kecil sy di doktrin bahwa orang bule yg bukan Islam pasti masuk neraka…ya percaya2 aja…wong namanya jg anak kecil…,” tulis @AHMADDHANIPRAST.
Sepekan lalu, dalam kicauan tersebut ia menulis “Manusia sebelum ADAM adalah manusia setengah purba. Banyak yang percaya ADAM lahir dari rahim seorang wanita. bukan proses bimsalabim,” tulis @AHMADDHANIPRAST.
Ahmad Dhani lebih mendahulukan logika science daripada keimanannya pada ayat-ayat Allah dalam Al Quran padahal Allah telah nyatakan dalam Al Qur'an dan hadist Nabi.
Pemilik Republik Cinta Management (RCM) itu menyebut Imam Khomeini shohih keturunan Nabi Muhammad SAW.
“Imam Khomeini jelas shohih keturunan Nabi Muhammad SAW, yang lain gak jelas, dan gak shohih,” tegas Ahmad Dhani melalui akun Twitter Dhani Ahmad Prasetyo @AHMADDHANIPRAST.
Pernyataan Dhani itu menanggapi kicauan akun @yudahafiyansyah: “Dalam Kitab Al-Thaharah karya Khomeini Al-Khabits, juz 3 hal 457. Dia menjudge Aisyah lebih najis dari anjing dan babi.”
Bahkan, pada saat ituAhmad Dhani menggunakan gambar Imam Khomeini sebagai avatar akun Twitter @AHMADDHANIPRAST.
Islam Sangat Lengkap Dan Telah Mengatur Terkait Perselisihan Umatnya
Bagi para follower Ahmad Dhani yang kebanyakan remaja perlu waspada, ucapan Ahmad Dhani jika salah dan melanggar aturan syariat maka kembalikan kepada Al Quran dan As Sunnah.
Islam adalah agama seluruh nabi dan rasul 'alaihimus Shalatu wassalam. Mereka semua datang mendakwahkan Islam. Karena Islam dalah satu-satunya agama yang Allah ridhai bagi hamba-hamba-Nya. Dia tidak akan menerima satu agama dari seseorang, kecuali agama Islam. Siapa yang beragama dengan selainnya ia pasti merugi.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
“Janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar-Rum: 31-32)
Lantas bagaimana jika terjadi perselisihan? Langkah apakah yang semestinya dilakukan?
“Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah danRasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa’ : 59]
Di sinilah Islam mengatur dan memberikan petunjuk pada umatnya, yakni apabila kita berselisih maka segera kembalikan kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnah).
Imam as-Suyuthi berkata:
“Kemudian al-Baihaqi mengeluarkan suatu riwayat dengan sanadnya dari Maimun bin Marhan tentang firman Allah (diatas). Maksud “mengembalikan kepada Allah” dalam ayat ini adalah mengembalikan kepada kitab-Nya yaitu Al-Qur’an, sedangkan mengembalikan kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau telah wafat “adalah kembali kepada Sunnah beliau” [Miftahul Jannah fii-Ihtijaj bi As-Sunnah(edisi Indonesia); hal. 36-46]
Kata “sesuatu” di ayat ini bentuk nakirah dalam konteks syarth (syarat), sehingga meliputi seluruh perselisihan kontradiktif baik dalam ushul (urusan pokok) ataupun furu’ (urusan cabang). Tafsir ini sebagaimana diungkapkan oleh Al-‘Allamah Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy dalam Adhwa’ul Bayan (1/ 333).
Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah perintah dari Allah Azza wa Jalla, bahwa segala perkara yang diperselisihkan oleh manusia, yang berkaitan dengan ushuldan furu’ agama wajib dikembalikan kepada al-Qur`an dan sunnah. Sebagaimana firman Allah, “Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih maka putusannya terserah kepada Allah.” (Asy-Syura: 10).
Maka apa yang ditetapkan oleh kitabullah dan sunnah rasulNya dan diakui keabsahannya oleh keduanya maka itulah kebenaran dan tidak ada sesudah kebenaran melainkan kesesatan.
Surat an-Nisa’: 59 tersebut menunjukkan bahwa siapa yang tidak berhakim dalam persoalan yang diperselisihkan kepada al-Qur`an dan sunnah dan tidak merujuk kepada keduanya dalam hal itu maka dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk taat kepadaNya dan taat kepada RasulNya. Allah mengulangi kata kerja (yakni: ta’atilah!) sebagai pemberitahuan bahwa mentaati RasulNya wajib secara mutlak, dengan tanpa meninjau (mengukur) apa yang beliau perintahkan dengan al-Qur’an. Bahkan jika Beliau memerintahkan, maka wajib ditaati secara mutlak, baik yang beliau perintahkan itu terdapat dalam Al Qur’an ataupun tidak. Karena sesungguhnya, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi al-Qur’an danyang semisalnya”. [I’lamul Muwaqqi’in (1 atau 2/46), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata:
“Kemudian Allah memerintahkan orang-orang beriman agar mengembalikan permasalahan yang mereka perselisihkan kepada Allah dan RasulNya, jika mereka benar-benar orang-orang yang beriman. Dan Allah memberitahu mereka, bahwa hal itu lebih utama bagi mereka di dunia ini, dan lebih baik akibatnya di akhirnya. Ini mengandung beberapa perkara.
Pertama : Orang-orang yang beriman terkadang berselisih pada sebagian hukum-hukum.
Perselisihan pada sebagian hukum tidak mengakibatkan mereka keluar dari keimanan (tidak kufur), jika mereka mengembalikan masalah yang mereka perselisihkan kepada Allah dan RasulNya, sebagaimana yang Allah syaratkan. Dantidak disanksikan lagi, bahwa satu ketetapan hukum yang diterikat dengan satu syarat, maka ketetapan itu akan hilang jika syaratnya tidak ada.
Kedua : Firman Allah “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu”, maksudnya mencakup seluruh masalah yang diperselisihkan oleh orang-orang yang beriman, berupa masalah agama, baik kecil atau yang besar, yang terang dan yang samar.
Ketiga : Manusia telah sepakat bahwa mengembalikan kepada Allah maksudnya mengembalikan kepada kitabNya. (Dan) mengembalikan kepada RasulNya adalah mengembalikan kepada diri Beliau di saat hidupnya dan kepada Sunnahnya setelah wafatnya.
Keempat : Allah menjadikan “mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada kepada Allah dan RasulNya” termasuk tuntutan dan konsekuensi iman. Sehingga jika itu tidak ada, imanpun hilang. [Diringkas dari I’lamul Muwaqqi’in (2/47-48), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H]
Allah berfirman: “Maka demi Råbbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisaa: 65)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” [Majmu’ Fatawa, 7/38].
Demikianlah adab berselisih dalam Islam, sewajarnya kita mematuhi apa yang telah dituntunkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Bukan mengikuti pendapat artis. Allahu A’lam [jabir/hudzaifah/voa-islam.com
Posting Komentar