Draft Naskah ‘Sumut Merdeka’ Sudah Disusun


DRAFT naskah gugatan Sumatera Utara Merdeka sudah disusun. Selanjutnya, naskah ini akan diajukan ke Mahkamah Internasional.

Hal tersebut disampaikan salah satu tokoh penggagas Sumut Merdeka, Bengkel Ginting, seperti dilansirAktual, (26/11). Namun demikian, Bengkel belum mau menyebutkan secara pasti kapan naskah itu disusun.

“Materi naskah sudah disiapkan kawan-kawan, termasuk dari aspek hukumnya. Ada Pak Edi Ikhsan dan Pak Siagian yang menyiapkan,” ujar Bengkel yang merupakan dosen FISIP USU itu.

Ia pun kembali menegaskan, pemberitaan terkait rencana Sumatera Utara memisahkan diri dari NKRI benar adanya. Wacana ini muncul setelah melalui diskusi-diskusi di kalangan akademisi di Sumatera Utara.

“Iya betul, kita berpendapat begitu (Sumut Merdeka) dengan kawan-kawan waktu diskusi,” katanya.

Ia mengakui, sejumlah tokoh akademisi seperti Marlon, Edi Ikhsan dan Hakim Siagian adalah tokoh penggagas Sumatera Utara Merdeka.
Otonomi daerah, menurutnya, hanya sebatas 'di atas kertas', namun secara praktis ibarat ‘kepala (ular) dilepas, ekornya dipegang’.

“Boleh kita lihat misalnya yang menonjol, bagaimana devisa itu lebih banyak dikuasai pusat, bagaimana juga misalnya soal pertambangan,” sebutnya.

Kesenjangan itu, memunculkan gagasan kalangan akademisi untuk berontak, memperjuangkan kemerdekaan Sumatera Utara. Bahkan gerakan itu akan dibahas dari berbagai sisi, hukum, sosial, ekonomi dan lainya.

"Kawan-kawan, meminta agar kita bebaslah dari diskriminasi dan ketidakadilan terhadap Sumut," sebutnya.

Kalangan akademisi ini meminta pemerintah pusat memperhatikan Sumut dan menyertakan daerah dalam penentuan kebijakan-kebjakan nasional, sehingga tidak terus dieksploitasi. 

Gagasan secara terbuka itu untuk membuka mata pemerintah pusat agar jangan menjadikan daerah sebagai objek politik semata.

"Kita lihatlah, apakah gagasan ini akan membuka mata pemerintah pusat, atau membuka mata masyarakat. Agar pemerintah pusat jangan 'menghisap darah' Sumut," sebutnya.

Bengkel menegaskan, tuntutan kemerdekaan ini berangkat dari kebijakan pusat yang dinilai terlampau mendiskriminasi daerah.

“Itu kan dalam sejarah, daerah meminta pemisahan kan, jadi kita berbicara secara objektif. Faktualnya kesenjangan antara jawa dan luar jawa, bagaimana kebijakan pemerintah yang terlalu sentralistik, walaupun otonomi daerah sudah diterapkan,” tandasnya. (*/aktual/mbd)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

LANGUAGE